Kamis, 05 Agustus 2010

E-Goverment

IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT DI INDONESIA

”Sebuah Kebijakan Setengah Hati”[1]

Latar Belakang

”Bangsa yang maju adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuasailah teknologi maka kau akan menguasai dunia”, demikianlah ungkapan yang berkembang di masyarakat teknologi. Dan ungkapan itu tidak sekedar ungkapan. Departemen Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia adalah merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan hal tersebut melalui salah satu programnya yakni e-government . apa sih e-government itu? Dan apa manfaatnya? Bagaimana implementansi e-government di Indonesia? Makalah ini mencoba membahas hal tersebut secara mendalam.

Kemajuan teknologi informasi memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemaslahatan masyarakat. Tentunya dalam dunia yang sudah mengglobal ini, kemajuan teknologi diperlukan dan dimanfaatkan dalam segala bidang. Salah satu bidang yang terkena sentuhan teknologi informasi adalah pelayanan pemerintah kepada publik. Artinya dalam era teknologi informasi ini, informasi telah dihubungkan oleh dengan sebuah gerbang / “gateway” yang terintegrasi.

Kemajuan teknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolaan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Selain itu pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan.



Rumusan Masalah

E-Gov atau Electronic Government merupakan bentuk dari implementasi penggunaan teknologi informasi bagi pelayanan pemerintah kepada publik. Yaitu bagaimana pemerintah memberikan informasi kepada pemangku kepentingan (stakeholder) melalui sebuah portal web. Perbedaan pemahaman, cara pandang dan tindakan atas E-Gov telah menimbulkan distorsi serta penyimpangan atas maksud pembuatan E-Gov itu sendiri.

Kondisi memprihatinkan ini terjadi di berbagai tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling bawah hingga ke tingkat paling tinggi. Begitu pula dalam berbagai praktek bisnis di lingkungan swasta. Lemahnya pemanfaatan e-gov di lingkungan birokrasi yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi di dunia bisnis telah menyebabkan lambatnya pelaksanaan program e-gov.

Mencermati realitas dan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana implementasi penerapan e-government di Indonesia?





DEFINISI E-GOVERNMENT

E-government adalah tentang penyampaian informasi pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan secara online melalui internet atau alat digital lainnya (Lihat: West, 2004). Sedangkan menurut Holmes (2000), E-Gov didefinisikan sebagai “Kegunaan Teknologi Informasi untuk memberikan/menyajikan pelayanan kepada publik dengan lebih nyaman, berorientasi pada konsumen, mengefektifkan biaya, dan secara keseluruhan merupakan cara yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan penulis lain (Fang, 2002; Seifert and Bonham, 2004) mendefinikan E-government merupakan sebuah cara bagaimana pemerintah menggunakan teknologi informasi khususnya aplikasi internet berbasis web, untuk menyediakan akses yang mudah terhadap informasi pemerintah dan menyediakan pelayanan publik, juga untuk meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan, serta melakukan transformasi hubungan antara pejabat publik dengan penduduk dan juga bisnis. Dari berbagai definisi ini, umumnya pemerintah-pemerintah di dunia yang mengimplementasikan E-Gov menggunakan definisi dari Bank Dunia[2], yaitu pemanfaatan Teknologi Informasi (seperti Wide Area Network, Internet, Mobile Computing) oleh agen pemerintah yang mampu mentransformasi hubungan dengan penduduk, bisnis serta unit pemerintah lainnya.

Secara garis besar dari definisi-definisi yang beredar mengenai E-Gov dapat disimpulkan bahwa E-Gov mempunyai beberapa penekanan penting yaitu pada:

a. adanya pemanfaatan teknologi informasi (Internet, WAN, Mobile Computing dll).

b. adanya tujuan untuk meningkatkan layanan kepada publik yaitu dengan adanya pelayanan umum secara online (Online Public Services)[3].

c. adanya tujuan untuk melakukan transformasi hubungan antara agen pemerintah dengan penduduk, bisnis ataupun dengan unit pemerintah lainnya.

Gambar SEQ Gambar \* ARABIC 1. Model Future of Government Services



Pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah dijelaskan oleh sebuah model Future of Government Services[4]. Dalam model ini digambarkan bahwa Pelayanan Pemerintah dipengaruhi oleh dua faktor yaitu

1. Internal Drivers
1. Risk management
2. Partnerships
3. Skills Shortage
4. Take care of People
5. Intellectual Asset Management
6. Shorten Cycle Time
7. Constituency Requirement
8. Innovative Product & Services
9. Streamline Business Processes
2. External Drivers
1. IT Commoditization
2. Works & Lifestyles Diversity
3. Internet Landscape
4. Informational transparency
5. Skills shortage
6. Competition to Provide Services
7. New Business Model Emerging
8. Legislation

Aplikasi dari IT dalam sektor publik ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam penyampaian pelayanan public oleh pemerintah. Layne and Lee (2001) menjelaskan dalam 4 tahap pengembangan E-Gov yaitu

1. Cataloguing

Fokus pada memulai sebuah bentuk kehadiran secara online dari pemerintah. Hal ini dapat diwakili dengan adanya web static.

2. Transaction

Dalam halaman web tersebut disajikan link database dinamis.

3. Vertical Integration

Terbangunnya sebuah koneksi dengan fungsi dan jasa dari tingkat diatasnya. Misalnya Portal web pemda tingkat II, mempunyai fungsi pelayanan dari portal web pemda tingkat I dan tingkat pusat.

Di Vetical Integration, fokus pada transformasi jasa pelayanan pemerintahan dan bukan pada otomatisasi. Targetnya adalah mengintegrasi sistem pemerintahan tingkat II dengan tingkat I dan tingkat pusat, hal ini dilakukan untuk tujuan cross referencing and checking. Selain itu, target lainnya adalah untuk mempertimbangkan peningkatan pada efisiensi, privasi dan masalah kerahasiaan.

4. Horizontal Integration

Yaitu suatu integrasi antar fungsi dan pelayanan yang beda. Pada Horizontal Integration, ditandai dengan adanya database yang melintas area fungsional yang berbeda, yang saling berkomunikasi satu sama lain dan idealnya saling membagi informasi. Dengan demikian, informasi yang diperoleh satu agen pemerintah maka dapat digunakan oleh seluruh fungsi lain dalam sistem.

Secara keseluruhan 4 tahap E-Gov dari Layne & Lee menawarkan harapan terbaik untuk meningkatkan efisiensi melalui reformasi administrasi melalui vertical maupun horizontal integration.



PENGGUNAAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA

E-Gov di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak munculnya Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2001 tgl. 24 April 2001 tentang Telematika (Telekomunikasi, Media dan Informatika) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan teknologi telematika untuk mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun dalam perjalanannya inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari segenap pemangku kepentingan pemerintah yaitu ditandai dengan pemanfaatan teknologi informasi yang belum maksimal.

Berdasarkan data yang ada, pelaksanaan E-Government di Indonesia sebagian besar barulah pada tahap publikasi situs oleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi, dalam tahapan Layne & Lee baru masuk dalam Cataloguing. Data Maret 2002 menunjukkan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akan tetapi 24% dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi karena anggaran yang terbatas. Saat ini hanya 85 situs yang beroperasi dengan pilihan yang lengkap. (Jakarta Post, 15 Januari 2003). Indikator lainnya adalah penestrasi internet baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna komputer dan telepon, persentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah. (Sumber: Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).

Pada tahun 2003, di era Presiden Megawati Soekarno Putri, Pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang lebih fokus terhadap pelaksanaan E-Gov, melalui Instruksi Presiden yaitu Inpres Nomor 3 tahun 2003. Inpres ini berisi tentang Strategi Pengembangan E-gov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang e-gov seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain. Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan e-gov di pusat dan daerah. Dalam Inpres ini, Presiden dengan tegas memerintahkan kepada seluruh Menteri, Gubernur, Walikota dan Bupati untuk membangun E-government dengan berkoordinasi dengan Menteri Komunikasi & Informasi.

Di lihat dari pelaksanaan aplikasi e-gov setelah keluarnya Inpres ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan pelaksanaan implementasi E-Gov masih jauh dari harapan. Data dari Depkominfo (2005) menunjukkan bahwa hingga akhir tahun 2005 lalu Indonesia baru memiliki:

(a) 564 domain go.id;

(b) 295 website pemerintah pusat dan pemda;

(c) 226 website telah mulai memberikan layanan publik melalui website;

(d) 198 website pemda masih dikelola secara aktif.

Beberapa pemerintah daerah memperlihatkan kemajuan cukup berarti. Bahkan Pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan e-gov untuk proses pengadaan barang dan jasa (e-procurement). Beberapa pemda lain juga berprestasi baik dalam pelaksanaan e-gov seperti: Pemprov DKI Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi Utara, Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kebumen, Pemkab. Kutai Timur, Pemkab. Kutai Kartanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang.

Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon tetap masih di bawah 8 juta satuan sambungan dan jumlah warung telekomunikasi (Wartel) dan warung Internet (Warnet) yang terus menurun karena tidak sehatnya persaingan bisnis. Telepon seluler menurut data Depkominfo tersebut telah mencapai 24 juta ss. Meski kepadatan telepon tetap di beberapa kota besar bisa mencapai 11%-25%, kepadatan telepon di beberapa wilayah yang relatif tertinggal baru mencapai 0,2%. Jangkauan pelayanan telekomunikasi dalam bentuk akses telepon baru mencapai 65% desa dari total sekitar 67.800 desa yang ada di seluruh tanah air. Jumlah telepon umum yang tersedia hingga saat ini masih jauh dari target 3% dari total sambungan seperti ditargetkan dalam penyusunan Program Pembangunan Jangka Panjang II dahulu.

Sementara itu jumlah pelanggan dan pengguna Internet masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Hingga akhir 2004 berbagai data yang dikompilasi Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) memberikan jumlah pelanggan Internet masih pada kisaran 1,9 juta, sementara pengguna baru berjumlah 9 juta orang. Rendahnya penetrasi Internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya kesenjangan digital (digital divide) yang telah disepakati pemerintah Indonesia dalam berbagai pertemuan Internasional untuk dikurangi.



Kelembagaan, Regulasi dan Kebijakan

Perkembangan dan pembangunan telematika memasuki babak baru pada awal tahun 2005 dengan digabungkannya Ditjen Postel yang dahulu berada di bawah Departemen Perhubungan kedalam Depkominfo. Satriya (2005) melihat penggabungan tersebut seyogyanya bisa mempercepat gerak pelaksanaan aplikasi egov di seluruh tanah air dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyediaan infrastruktur telematika yang sekaligus disinkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas.

Begitu pula dari sisi regulasi, sudah ada Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 Tahun 2003 tentang Strategi Pengembangan Egov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai Panduan tentang egov seperti: Panduan Pembangunan Infrastruktur Portal Pemerintah; Panduan Manajemen Sistem Dokumen Elektronik Pemerintah; Pedoman tentang Penyelenggaraan Situs Web Pemda; dan lain-lain. Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh Depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan egov di pusat dan daerah.

Sayangnya beberapa peraturan payung yang diharapkan bisa segera selesai masih belum terwujud, seperti RUU tentang Informasi, dan Transaksi Elektronik yang masih belum dibahas di DPR.

Dalam bidang kebijakan, kelihatannya pemerintah belum berhasil menyusun suatu langkah konkrit yang dapat menggerakkan berbagai komponen pemerintah (lintas sektor) untuk saling bekerja sama membangun dan menjalankan aplikasi yang memang harus disinergikan. Hingga sekarang pemanfaatan telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, Perpajakan, Imigrasi, dan Kepegawaian yang sangat dibutuhkan dalam reformasi pemerintahan masih belum terlaksana. Masih mahalnya tarif Internet, termasuk Broadband, rupanya telah mulai menarik perhatian Menteri Kominfo seperti diungkapkan beberapa waktu lalu dalam ajang Indo Wireless 2006 (Detik, 14/3/06). Kombinasi pemanfaatan kapasitas telepon tetap eksisting dan berbagai teknologi nirkabel lainnya sudah seharusnya bisa didukung oleh sistem tarif yang sudah memanfaatkan kompetisi dalam sektor telematika ini. Begitu pula alternatif penyediaan infrastruktur telematika di daerah terpencil, perbatasan, dan tertinggal masih belum bisa memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Service Obligation (USO) yang telah dikutip dari operator.



KESIMPULAN

Sebuah Studi pernah diadakan oleh Mc Cornell International LLC, sebuah konsultan di Washington, tentang ketersediaan - yang disebut oleh para analis sebagai "e-readiness" – terhadap 42 negara. Ke-42 negara tersebut mewakili hampir tiga perempat populasi dunia dan memproduksi seperempat barang dan jasa di seluruh dunia. Setiap negara dinilai berdasarkan lima ketegori :

1. ketersediaan dan akses jaringan,

2. kepemimpinan pemerintah dan industri dalam mengusahakan e-business dan e-government,

3. kekuatan hukum dalam melindungi hak intelektual,

4. ketersediaan tenaga kerja yang mendukung e-business, dan

5. iklim e-business.

Hasil negatif pada dua puluh tiga negara, termasuk Indonesia, Cina, Rusia, dan Afrika Selatan, dimana dibutuhkan pengembangan substansial setidaknya pada dua bidang yaitu e-business dan e-government.

Selain hasil studi tersebut, sebuah faktor yang secara tidak langsung membuat pemerintah mau tidak mau harus mengimplementasikan e-government adalah karena permintaan IMF, dimana IMF menghendaki standard government financial systems tersendiri bagi semua pemerintah yang mendapatkan bantuan IMF.

Namun kembali lagi adanya beberapa kendala yang mendasar maka Meneyebabkan implementasi E-government tidak seperti yang diharapkan. Penyebab rendahnya implementasi E-Gov adalah:

1. Rendahnya Political Will dari pemerintah itu sendiri.

Terkait dengan Political Will ini, dapat dilihat dari tingkat prioritas pemerintah yang mengeluarkan kebijakan E-Gov hanya dengan Instruksi Presiden. Dalam negara, kita mengenal tata aturan perundangan, dimana Inpres menempati posisi dibawah UUD, UU, PERPU dan Kepres. Implementasi E-Gov, tidak hanya akan merubah sistem pelayanan kepada publik, tetapi yang lebih fundamental adalah perubahan budaya birokrasi di pemerintahan, yang tentunya perubahan budaya ini akan berdampak dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Inilah yang menjadi permasalahan, Kebijakan Publik berdasarkan Inpres akan dinomor duakan jika berhadapan dengan aturan yang lebih tinggi lainnya, misalnya UU.

2. Paradigma Lama dalam Aparatur Birokrasi di Indonesia

Teknologi informasi khususnya web dan email hanyalah sebatas alat bantu untuk memudahkan kita dalam menyelesaikan pekerjaan saja. Namun yang paling utama dalam implementasi e-government adalah perubahan paradigma, dari Government Centric menuju Customer Centric. Perubahan tersebut akan menyebabkan perubahan pada layanan-layanan yang diberikan, sehingga merujuk sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan publik.

Salah satu indikator kegagalan implementasi E-Gov adalah ketidakmampuan aparat birokrasi menjaga web portal untuk selalu up date. Paradigma proyek masih tertanam dalam kepala para aparat tersebut, sehingga implementasi E-Gov sesuai dengan Inpres No.3 tahun 2007 dianggap sebagai proyek tanpa memikirkan pemanfaatan jangka panjangnya. Akibatnya menciptakan ketergantungan terhadap ”rekanan tertentu”, yang pada akhirnya akan menjadikan implementasi E-Gov tidak ada bedanya dengan proyek lainnya. Dan jika hal ini terjadi maka tujuan E-Gov yaitu terkait transformasi hubungan antara pemerintah dengan penduduk, swasta (bisnis) dan juga unit pemerintah lainnya tidak akan tercapai, dan malah akan membuka ladang KKN baru bagi birokrat di pemerintahan.

3. Ketersediaan sumber daya

Disadari maupun tidak ternyata dukungan sarana dan prasarana turut mensukseskan implementasi E-Gov. Dengan tingkat penggunaan Internet yang hanya sebesar 4% dari total penduduk Indonesia, maka Kebijakan ini tidak akan efektif jika tidak dibarengi dengan kebijakan lainnya, yaitu kebijakan pemberiaan akses informasi sampai level desa dan juga kebijakan untuk meningkatkan pengetahuan bagi penduduk.

SARAN

Memperhatikan berbagai kondisi pelaksanaan program e-gov seperti yang sudah dibahas sebelum ini, maka langkah untuk merevitalisasi e-gov di Indonesia sudah tidak bisa ditunda lagi. Banyaknya dana yang sudah dihabiskan tidak sebanding dengan hasil yang diperoleh. Namun pelaksanaan proses revitalisasi juga tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa dan tanpa konsep yang jelas.

Revitalisasi yang dimaksudkan adalah serangkaian tindakan perencanaan dan penataan ulang program e-gov yang disesuaiakan kembali dengan target pembangunan nasional dan sektor telematika dengan mengindahkan prinsip-prinsip dasar serta proses pentahapan e-gov tanpa menyia-nyiakan kondisi eksisting yang sudah dicapai.

Beberapa langkah yang menurut kami bisa diambil dalam waktu dekat adalah sebagai berikut:

1. Mensinkronkan target-target pembangunan nasional dalam sektor telematika dengan beberapa program e-gov yang akan dilaksanakan di seluruh lembaga dan departemen. Langkah ini sekaligus sebagai proses evaluasi program e-gov yang pernah dijalankan di semua tingkatan.

2. Meningkatkan pemahaman masyarakat, pelaku ekonomi swasta, termasuk pejabat pemerintahan atas potensi yang dapat disumbangkan program e-gov dalam mencapai target pembangunan nasional dan sektor telematika.

3. Menyelesaikan berbagai program utama e-gov yang belum berhasil dilaksanakan, dan menyusun prioritas program e-gov yang dapat menciptakan lapangan kerja serta membantu penegakan praktek good governance dalam berbagai pelayanan publik.

4. Menambah akses dan jangkauan infrastruktur telematika bagi semua kalangan untuk mengutamakan pemanfaatan e-gov dalam segala aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Termasuk dalam hal ini adalah menetapkan struktur tarif yang transparan dan terjangkau buat semua kalangan. Jika perlu dapat saja diberlakukan diferensiasi tarif untuk semua aplikasi e-gov.

5. Alokasi dana e-gov perlu ditingkatkan yang disesuaikan dengan tahapan yang telah dicapai. Dana bisa berasal dari APBN / APBD, kerjasama internasional, atau juga dari pihak swasta.

6. Menetapkan hanya beberapa aplikasi e-gov pilihan – sebagai contoh sukses – yang menjadi prioritas pembangunan dan pengembangan sehingga terjadi efisiensi dalam pemberian pelayanan publik.

Evaluasi dan revitalisasi e-gov juga sangat diperlukan, seperti diingatkan Kabani (2006) bahwa adalah suatu keharusan untuk melakukan streamlining berbagai proses off-line sebelum melanjutkannya menjadi proses on-line. Sebagai tambahan, juga sangat penting diperhatikan agar instansi pemerintah untuk tidak melakukan proses otomatisasi berbagai inefisiensi.

Revitalisasi e-gov ini semakin dirasakan perlu ketika kita harus juga mempersiapkan diri menyambut berbagai perkembangan baru dalam globalisasi industri dan perkembangan dunia. Berbagai perkembangan teknologi telematika yang semakin konvergen juga membuat pemerintah harus terus menyiapkan berbagai regulasi dan kebijakan antisipatif dalam penyelenggaraan e-gov di berbagai sektor.





Daftar Pustaka



Makalah dan Jurnal

Anggono, Bambang Dwi, Kesejajaran ABG E-government, 2007

Depkominfo, Peluang Indonesia Untuk Bangkit Melalui Implementasi E-Government, Laguboti, Toba, 2005

Djunaedi, Achmad, Pemanfaatan TI di Lingkungan Pemerintahan Daerah: Strategi yang Sesuai untuk Realita yang Dihadapi, Desember 2006

Kabani, Asif, Critical E-Government Succes Factors for Developing Countries, Prosiding Konferensi Nasional Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Indonesia 3-4 Mei 2006, dalam Technology and Management Magazine, Singapore, Maret-April 2006

Nugraha, Krisna, Achieving IT Business Alignment, bahan Seminar Kepemimpinan dalam Penyelarasan Teknologi Informasi dalam Manajemen dan Birokrasi Pemerintah Daerah, 2006

Nugroho, Santoso, Political Environment dalam Implementasi Electronic Government, 2007

Rahardjo, Budi, Membangun E-Government, PPAU Mikroelektronika ITB, 2001

Satriya, Eddy, Pentingnya Revitalisasi E-Government Di Indonesia, 2006



Minggu, 30 Mei 2010

OOP part II

OBJECT ORIENTED PROGRAMMING

Object-Oriented Programming (OOP) adalah sebuah pendekatan untuk pengembangan / development suatu software dimana dalam struktur software tersebut didasarkan kepada interaksi object dalam penyelesaian suatu proses/tugas. Interaksi tersebut mengambil form dari pesan-pesan dan mengirimkannya kembali antar object tersebut. Object akan merespon pesan tersebut menjadi sebuah tindakan /action atau metode. Bahasa pemrograman berbasis object menyediakan mekanisme untuk bekerja dengan:

§ kelas dan object

§ methods

§ inheritance

§ polymorphism

§ reusability

Object-oriented programs terdiri dari objects yang berinteraksi satu sama lainnya untuk menyelesaikan sebuah tugas. Seperti dunia nyata, users dari software programs dilibatkan dari logika proses untuk menyelesaikan tugas. Contoh, ketika kamu mencetak sebuah halaman diword processor, kamu berarti melakukan inisialisasi tindakan dengan mengklik tombol printer. Kemudian kamu hanya menunggu respon apakah job tersebut sukses atau gagal, sedangkan proses terjadi internal tanpa kita ketahui. Tentunya setelah kamu menekan tombol printer, maka secara simultan object tombol tersebut berinteraksi dengan object printer untuk menyelesaikan job tersebut.

Mengapa menggunakan OOP?

Mengapa OOP dibangun dalam sebuah paradigma yang luas untuk menyelesaikan masalah bisnis? Bahasa prosedural mengatur program dalam mode barisan linier yang bekerja dari atas ke bawah. Dengan kata lain, program adalah kumpulan dari tahapan yang dijalankan setelah yang lain berjalan. Programming tipe ini bekerja dengan baik untuk program kecil yang berisi code relative sedikit, tetapi pada saat program menjadi besar, mereka cenderung susah untuk di-manage dan di-debug. Dalam usaha untuk me-manage program, struktur programming diperkenalkan cara untuk mem-break down code-code tersebut melalui functions dan procedures.

Ini adalah sebuah langkah perbaikan, namun pada saat program dijalankan dalam sebuah fungsi bisnis yang kompleks dan berinteraksi dengan sistem lain, maka kelemahan dari struktur metodologi programming muncul kepermukaan meliputi:

1. Programs menjadi lebih susah untuk dimaintain.

2. Fungsi yang tersedia, susah untuk diubah tanpa harus mempengaruhi fungsi sistem secara keseluruhan.

3. Programming tidak baik untuk team development. Programmers harus mengetahui setiap aspek bagaimana program itu bekerja dan tidak menyebabkan terisolasi usaha mereka atas aspek yang lain dari sistem.

4. Butuh usaha yang keras untuk menterjemahkan Business Models dalam programming models. dll

Karakteristik OOP

Dalam section ini, kita akan melihat beberapa konsep dasar dan term-term yang umum untuk seluruh bahasa OOP.

Objects

Jika kita pikir maka kita sekarang hidup dalam sebuah dunia object-oriented. Kamu adalah object. Kamu berinteraksi dengan object lain. Untuk menulis tugas ini kami berinteraksi dengan object komputer. Ketika saya bangun pagi, saya merespon pesan suara object alarm jam. Faktanya, kamu adalah object dengan data-data seperti tinggi dan warna rambut. Kamu mempunyai metode-metode yang kamu akan lakukan, seperti makan dan berjalan.

Jadi, apa itu objects? Dalam term OOP, object adalah sebuah structure yang menggabungkan data dan prosedur untuk bekerja bersama-sama. Contoh, jika kamu tertarik dalam pelacakan data yang dihubungkan dengan produk, kamu akan menciptakan sebuah object produk yang bertanggung jawab untuk me-maintenance dan bekerja dengan data yang bersinggungan dengan produk. Jika kamu ingin kemampuan mencetak dalam aplikasi kamu, kamu harus bekerja dengan sebuah object printer yang bertanggung jawab untuk data serta metode yang digunakan untuk berinteraksi dengan printermu.

Abstraction

Ketika kamu berinteraksi dengan object-object di dunia ini, kamu sering hanya konsentrasi dengan sebuah bagian dari propertiesnya. Tanpa kemampuan untuk mensarikan/abstract atau menyaring untuk dibuang properties object yang asing / tidak ada hubungannya, maka kamu akan menemukan kesulitan untuk memproses informasi yang kebanyakan membombarding kamu. Sebagai hasil abstraction, ketika 2 orang berbeda berinteraksi dengan object yang sama, mereka sering setuju dengan bagian yang berbeda atas atribut. Ketika kami mengendarai mobil, kami perlu tahu kecepatan serta tujuan yang akan dicapai.

Karena mobil itu otomatis, maka kami tidak perlu tahu berapa RPMs dari mesinnya, jadi kami akan membuang informasi ini. Tapi informasi ini sangat diperlukan oleh mekanik atau pembalap.

Ketika membangun objects dalam aplikasi OOP, adalah penting untuk menggabungkan konsep abstraction ini. Jika kamu membangun aplikasi shipping, kamu harus membangun object produk dengan atribut seperti ukuran dan berat. Warna adalah contoh informasi yang tidak ada hubungannya dan harus dibuang. Tetapi ketika kamu membangun order-entry application, warna menjadi penting dan harus termasuk atribut object produk.

Encapsulation

Ciri penting lainnya dari OOP adalah encapsulation. Encapsulation adalah sebuah proses dimana tidak ada akses langsung ke data yang diberikan, bahkan hidden. Jika kamu ingin mendapat data, kamu harus berinteraksi dengan object yang bertanggung jawab atas dara tersebut. Dalam contoh inventory, jika kita ingin melihat atau mengupdate informasi atas produk, kita seharusnya bekerja melalui object produk. Untuk membaca data, kita mengirimkan pesan ke object produk, kemudian object produk akan membaca pesan dan mengirim pesan balik ke kamu.

Object produk mendefinisikan bahwa operasi dapat dilakukan pada data produk. Jika kamu mengirim pesan untuk memodifikasi data dan jika object produk menentukan bahwa permintaan itu valid maka permintaan tersebut akan dilakukan dan akan mengirimkan pesan balik bersama hasilnya.

Pikirkan mengenai Human Resource Department (HRD), yang meng-encapsulasi informasi mengenai karyawan. Mereka menentukan bagaimana data ini dapat digunakan da dimanipulasi. Setiap permintaan data karyawan atau permintaan untuk mengupdate datanya harus dijalankan melalui mereka. Contoh lain, network security. Setiap permintaan informasi security atau perubahan kebijakan security harus dilakukan melalui network administrator. Data security di-encapsulate dari user network.

Dengan melakukan encapsulasi pada data, berarti kamu membuat data dari sistemmu lebih secure dan terpercaya. Karena kamu mengetahui bagaimana data diakses dan operasi apa yang sedang berjalan pada data. Hal ini membuat maintenance program menjadi lebih mudah. Kamu juga dapat memodifikasi metode yang digunakan untuk kerja pada data, dan jika kamu tidak merubah bagaimana metode itu diminta dan tipe response dikirim balik, maka kamu tidak dapat merubah object lain dengan menggunakan metode tersebut. Pikirkan ketika kamu mengirim surat melalui pos. Kamu membuat permintaan ke kantor pos agar mengantar surat, dan bagaimana kantor pos menyelesaikannya kita tidak perlu tahu. Jika ada perubahan rute yang digunakan, maka hal itu tidak mempengaruhi keinginan untuk kirim surat lewat kantor pos. Kamu tidak perlu tahu prosedur internal yang digunakan oleh kantor pos untuk mengantar surat.

Polymorphism

Polymorphisms adalah kemampuan 2 buah object yang berbeda untuk merespon pesan permintaan yang sama dalam suatu cara yang unik. Contoh, saya melatih anjing saya dengan perintah untuk menggonggong dan juga saya melatih burung untuk merespon perintah saya untuk berkicau. Saya lakukan latihan untuk merespon kepada mereka dengan perintah lisan. Melalui polymorphism saya tahu bahwa anjing dan burung akan merespon dengan gonggongan atau kicauan.

Bagaimana hal ini berhubungan dengan OOP? Kamu dapat membuat objects yang dapat merespon pesan yang sama dalam implementasi yang unik. Contohnya, kamu dapat mengirim pesan print ke object printer yang akan mencetak pada printer, dan kamu juga dapat mengirim pesan yang sama ke object screen yang akan menuliskan pada screen monitor. Dalam OOP, kamu menerapkan tipe polymorphism melalui proses yang disebut overloading. Kamu dapat mengimplementasikan metode yang berbeda pada sebuah object yang mempunyai nama yang sama.

Inheritance

Banyak objects diklasifikasikan menurut hirarki. Contoh, kamu dapat mengklasifikasikan sebuah mobil yang mempunyai karakteristik umumnya mobil, seperti mempunyai ban, mesin, serta body. Keturunan berikutnya diklasifikasikan dengan atribut umum seperti ukuran, jumlah roda, isi silinder dll atau mengklasifikasikan mereka atas dasar daya angkutnya. Contoh, ada kendaraan komersial atau kendaraan pribadi, ada truk atau mobil penumpang. Kamu menggunakan inheritance dalam OOP untuk mengklasifikasikan objects dalam program sesuai karakteristik umum dan fungsinya. Hal ini akan membuat pekerjaan bersama object lebih mudah dan lebih intuitif. Hal ini juga membuat programming lebih mudah karena memungkinkan kita untuk mengkombinasikan karakteristik umum kedalam object parent dan mewariskan karakteristik ini ke child object.

Aggregation

Aggregation adalah kondisi ketika object berisi gabungan dari object-object yang berbeda dan bekerja bersama. Contoh mesin pemotong rumput terdiri dari object roda, objects mesin, object pisau dll. Object mesinpun merupakan gabungan dari berbagai object. Kemampuan untuk menggunakan aggregation dalam OOP adalah satu feature yang powerful yang memungkinkan model menjadi akurat.

Konsep dari object oriented programming (OOP) adalah lebih dari sekedar sebuah konsep pemrograman, Object oriented programming adalah cara berpikir tentang aplikasi yang mempelajari untuk berpikir bahwa aplikasi bukan sekedar prosedur melainkan sebagai object dan real entity. Object yang dimaksud disini memiliki pengertian suatu modul yang mengkombinasikan antara data dan kode program yang bekerja sama dalam program dengan melewatkan proses satu sama lain. Jadi object oriented programming merupakan cara yang paling efisien untuk menulis program komputer yang sangat mudah untuk di kombinasikan dan untuk dipergunakan kembali.

Object oriented programming lebih memfokuskan kepada manipulasi object. Kenapa seorang programmer harus mempelajari object oriented programming bahkan seorang programmer yang tidak pernah bekerja dengan object oriented programing pun harus mempelajarinya juga. Hal ini dikarenakan pada suatu hari nanti semua bahasa pemrograman akan menambahkan kemampuan object oriented programming pada bahasanya. Object oriented programming yang paling populer adalah java dan C++, tetapi visual basic pun sudah ikut menambahakan kemampuan ini sejak meluncurkan VB 4.0. Pada kesempatan kali ini kita hanya akan membahas tentang visual basic dan C++ saja. Sesuai dengan namanya object oriented programming maka konsep object merupakan jantung dari object oriented programming.

Selasa, 25 Mei 2010

sport

Live antv 15.00 WIB
Persitara dan Persela Masih Imbang di Babak I

VIVAnews - Persitara dan Persela masih sama-sama kuat dalam lanjutan Liga Super Indonesia (ISL) 2009/2010, Selasa, 25 Mei 2010. Hingga babak pertama berakhir, kedua tim bermain imbang 2-2.

Bertanding di Stadion Soemantri Brodjonegoro, Kuningan, Jakarta, kedua tim sebenarnya bermain dalam tempo lambat. Lapangan yang licin usai diguyur hujan membuat para pemain kesulitan mengontrol laju bola.

Pada menit ke-13, Persitara berhasil unggul 1-0 setelah Tomoko Komorida melakukan gol bunuh diri. Tomoko hendak menghalau crossing Tantan, tapi bola justru berbelok ke arah gawang Persela dan gagal diantisipasi kiper Fauzal Mubaraq.

Pada menit ke-21, Persitara berhasil menggandakan keunggulannya lewat gol Prince Kabier Bello. Gol ini tercipta setelah Bello berhasil memenangkan duel dengan pemain belakang Persela, FX Yanuar sebelum akhirnya menaklukkan Mubaraq.

Ketinggalan 0-2, Persela mencoba bangkit. Mengandalkan duet Franco Hitta dan Samsul Arif, Laskar Joko Tingkir mulai mampu mengancam pertahanan tuan rumah.

Pada menit 24, Franco Hitta akhirnya berhasil memperkecil ketertinggalan timnya. Lewat sebuah tendangan voli memanfaatkan umpan Jemmy Suparno, Hitta berhasil menaklukkan kiper Persitara, Wawan Darmawan.

Persela akhirnya berhasil menyamakan kedudukan setelah Wawan melakukan blunder pada menit ke-42. Berniat menghalau bola dari kaki Hitta, Wawan justru menyodorkannya ke kaki Samsul Arfi yang berdiri tanpa pengawalan.

Dengan tenang, Samsul berhasil melepaskan tendangan terukur yang mendarat mulus di jala Persitara. Skor imbang 2-2 bertahan hingga turun minum.


News

Senk Lotta & Fauzi 'Rujuk' Demi Ahmad Dhani

Senk Lotta dan Fauzi Baadilah 'bersanding' kembali di layar kaca.

VIVAnews - Fauzi Baadilah dan Senk Lotta terpilih menjadi pasangan model video klip lagu 'Diam-diam' milik duet Ahmad Dhani dan Dewi Persik.

Pasangan mantan suami-istri Senk Lotta dan Fauzi Baadilah terlihat tidak canggung saat dipasangkan dalam sebuah adegan video klip.

Menurut Senk Lotta yang akrab disapa Lotta, ini merupakan kali kedua dirinya disandingkan dengan Fauzi Baadilah dalam sebuah video klip. Lotta mengaku sedikit gugup karena menjadi satu-satunya model di tengah artis yang lain.

Sedangkan saat berpasangan dengan Fauzi Baadilah, Lotta merasa biasa aja. Lotta justru merasa nyaman karena sudah mengenal Fauzi Baadilah sebagai mantan suaminya.

Model asal Uzbekistan ini juga tak menampik dengan komunikasi yang masih terjalin diantara keduanya. Meski sudah bercerai, Lotta dan Fauzi masih sering berhubungan lewat telepon.

"Paling ketemu di kantor dan masih telepon-teleponan juga, kita udah biasa, saya rasa itu bukanlah hal yang negatif," katanya saat dijumpai di kediaman Ahmad Dhani di Pondok Indah, 24 Mei 2010.

Setelah resmi bercerai dengan Fauzi Baadilah, Lotta merasa sudah tidak ada beban. Bahkan saat harus bertemu lagi di depan sorotan kamera, Lotta mengaku keberadaan Fauzi hanya seperti teman biasa. "Kalau love sudah hilang, sekarang hanya respect," kata Lotta. (adi)


OOP

Pemrograman berorientasi objek (Inggris: object-oriented programming disingkat OOP) merupakan paradigma pemrograman yang berorientasikan kepada objek. Semua data dan fungsi di dalam paradigma ini dibungkus dalam kelas-kelas atau objek-objek. Bandingkan dengan logika pemrograman terstruktur. Setiap objek dapat menerima pesan, memproses data, dan mengirim pesan ke objek lainnya.

Model data berorientasi objek dikatakan dapat memberi fleksibilitas yang lebih, kemudahan mengubah program, dan digunakan luas dalam teknik piranti lunak skala besar. Lebih jauh lagi, pendukung OOP mengklaim bahwa OOP lebih mudah dipelajari bagi pemula dibanding dengan pendekatan sebelumnya, dan pendekatan OOP lebih mudah dikembangkan dan dirawat.

Konsep dasar dari Pemrograman Berorientasi Objek

Pemrograman orientasi-objek menekankan konsep berikut:

  • kelas — kumpulan atas definisi data dan fungsi-fungsi dalam suatu unit untuk suatu tujuan tertentu. Sebagai contoh 'class of dog' adalah suatu unit yang terdiri atas definisi-definisi data dan fungsi-fungsi yang menunjuk pada berbagai macam perilaku/turunan dari anjing. Sebuah class adalah dasar dari modularitas dan struktur dalam pemrograman berorientasi object. Sebuah class secara tipikal sebaiknya dapat dikenali oleh seorang non-programmer sekalipun terkait dengan domain permasalahan yang ada, dan kode yang terdapat dalam sebuah class sebaiknya (relatif) bersifat mandiri dan independen (sebagaimana kode tersebut digunakan jika tidak menggunakan OOP). Dengan modularitas, struktur dari sebuah program akan terkait dengan aspek-aspek dalam masalah yang akan diselesaikan melalui program tersebut. Cara seperti ini akan menyederhanakan pemetaan dari masalah ke sebuah program ataupun sebaliknya.
  • Abstraksi - Kemampuan sebuah program untuk melewati aspek informasi yang diproses olehnya, yaitu kemampuan untuk memfokus pada inti. Setiap objek dalam sistem melayani sebagai model dari "pelaku" abstrak yang dapat melakukan kerja, laporan dan perubahan keadaannya, dan berkomunikasi dengan objek lainnya dalam sistem, tanpa mengungkapkan bagaimana kelebihan ini diterapkan. Proses, fungsi atau metode dapat juga dibuat abstrak, dan beberapa teknik digunakan untuk mengembangkan sebuah pengabstrakan.
  • Enkapsulasi - Memastikan pengguna sebuah objek tidak dapat mengganti keadaan dalam dari sebuah objek dengan cara yang tidak layak; hanya metode dalam objek tersebut yang diberi ijin untuk mengakses keadaannya. Setiap objek mengakses interface yang menyebutkan bagaimana objek lainnya dapat berinteraksi dengannya. Objek lainnya tidak akan mengetahui dan tergantung kepada representasi dalam objek tersebut.
  • Polimorfisme melalui pengiriman pesan. Tidak bergantung kepada pemanggilan subrutin, bahasa orientasi objek dapat mengirim pesan; metode tertentu yang berhubungan dengan sebuah pengiriman pesan tergantung kepada objek tertentu di mana pesa tersebut dikirim. Contohnya, bila sebuah burung menerima pesan "gerak cepat", dia akan menggerakan sayapnya dan terbang. Bila seekor singa menerima pesan yang sama, dia akan menggerakkan kakinya dan berlari. Keduanya menjawab sebuah pesan yang sama, namun yang sesuai dengan kemampuan hewan tersebut. Ini disebut polimorfisme karena sebuah variabel tungal dalam program dapat memegang berbagai jenis objek yang berbeda selagi program berjalan, dan teks program yang sama dapat memanggil beberapa metode yang berbeda di saat yang berbeda dalam pemanggilan yang sama. Hal ini berlawanan dengan bahasa fungsional yang mencapai polimorfisme melalui penggunaan fungsi kelas-pertama.
  • Inheritas- Mengatur polimorfisme dan enkapsulasi dengan mengijinkan objek didefinisikan dan diciptakan dengan jenis khusus dari objek yang sudah ada - objek-objek ini dapat membagi (dan memperluas) perilaku mereka tanpa haru mengimplementasi ulang perilaku tersebut (bahasa berbasis-objek tidak selalu memiliki inheritas.)
  • Dengan menggunakan OOP maka dalam melakukan pemecahan suatu masalah kita tidak melihat bagaimana cara menyelesaikan suatu masalah tersebut (terstruktur) tetapi objek-objek apa yang dapat melakukan pemecahan masalah tersebut. Sebagai contoh anggap kita memiliki sebuah departemen yang memiliki manager, sekretaris, petugas administrasi data dan lainnya. Misal manager tersebut ingin memperoleh data dari bag administrasi maka manager tersebut tidak harus mengambilnya langsung tetapi dapat menyuruh petugas bag administrasi untuk mengambilnya. Pada kasus tersebut seorang manager tidak harus mengetahui bagaimana cara mengambil data tersebut tetapi manager bisa mendapatkan data tersebut melalui objek petugas adminiistrasi. Jadi untuk menyelesaikan suatu masalah dengan kolaborasi antar objek-objek yang ada karena setiap objek memiliki deskripsi tugasnya sendiri.

    Bahasa pemrograman

    Bahasa pemrograman yang mendukung OOP antara lain:

  • Visual Foxpro
  • Java
  • C++
  • Pascal (bahasa pemrograman)
  • Visual Basic.NET
  • SIMULA
  • Smalltalk
  • Ruby
  • Python
  • PHP
  • C#
  • Delphi
  • Eiffel
  • Perl